KNPB Wilayah Timika Tolak Aneksasi 1 Mei 1963


 
Baliho yang dipasang di depan Kantor KNPB Wilayah Timika, pada aksi hari aneksasi Papua ke dalam Indonesia 1 Mei 2017.
Timika, Jelatanews - Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mediasi rakyat Papua di Timika guna mengadakan aksi damai dan ibadat menolak pencaplokan Papua Ke Indonesia pada 01 Mei 1963, di Kantor KNPB Timika, Jalan Sosial Freeport Lama, Bendungan, Timika, Senin, 01 Mei 2017.

Momen sejarah tersebut, KNPB Timika mengambil thema” Ilegal Status Indonesia Di Papua” 1 Mei 1963 awal Penderitaan Bangsa Papua. Tema tersebut dipasang pada spanduk.

Ketua KNPB Wilayah Timika, Steven Itlay saat ditemui menyatakan 1 Mei 1963, sesuai dengan perjanjian New York (New York Agreement) melalui suatu badan Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) bernama: United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), Papua (Irian Jaya saat itu) diserahkan dari Pemerintah Negara Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Republik.

Lanjut dia, 1 Mei 1963 merupakan hari aneksasi atau pencoplokan paksa oleh NKRI melalui rezim militerisme terhadap bangsa Papua Barat secara illegal. Bagi bangsa Papua Barat 1 Mei sebagai awal malapetaka penderitaan bagi orang asli Papua.

Kata Itlay, Sejak itulah terjadi Pengejaran, Penangkapan, Pembunuhan, Pemenjarahan dan Pembungkaman Ruang Demokrasi Bagi Bangsa Papua. Hak hidup orang asli Papua telah di rampas oleh Negara illegal Kolonialisme Indonesia.

“Untuk kepentingan Politik perluasan kekuasaan di wilayah papua. Sedangkan kepentingan Imprealisme Amerika untuk kepentingankekuasaan Ekonomi di West Papua.sehingga rakyat Papua dikorbankan,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan 1 Mei 1963 merupakan hari Aneksasi Kemerdekaan Bangsa Papua Barat (West Papua), yang mana pernah dinyatakan 1 Desember 1961. Begitupula dalam proses penyerahan kekuasaan oleh UNTEA itupun dilakukan sepihak dan tanpa sepengetahuan rakyat Papua Barat.

Dikatakannya lagi, dalam pelaksanaan PEPERA tahun 1969, pun terjadi banyak kecurangan; diantaranya tidak terlaksananya pelaksaan referendum "One Vote, One Man" sesuai mekanisme internasional, yang terjadi malah dewan musyawarah yaitu 1025 orang yang memilih dari 800.000 jiwa di Papua saat itu.

Itu sebabnya rakyat Papua Barat menuntut hak menentukan nasib sendiri adalah hak universal yang harus didapatkan oleh bangsa manapun di dunia sesuai dengan Kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik.

Kovenan mengenai hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dengan resolusi PBB 2200 A XXI berlaku 3 Januari 1976. Dalam dua konvenan tersebut memang disebutkan dalam Pasal 1 ayat 1, bahwa semua bangsa mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri yang memberikan mereka kebebasan untuk menentukan status politik, kebebasan untuk memperoleh kemajuan ekonomi, sosial dan budaya.

Baca juga tuntutan rakyat berikut Ini Tuntutan KNPB Wilaya Timika di Hari Aneksasi Papua ***


 
Share on Google Plus

About Admin

0 komentar: