Dogiyai, JelataNews _ Begitu mendengar pengumuman kelulusan (Selasa, 6/4), para siswa SMA Negeri 2 Dogiyai memikul sang kepala sekolah berkeliling kota Moanemani dengan gembira karena dinyatakan 100 % lulus dari 100 siswa yang telah mengikuti Ujian Nasional (UN) di sekolah tersebut.
Dari pantauan media ini, para siswa saling melumuri lumpur pada pakaian dan tubuh mereka masing-masing merasa bahagia atas kelulusannya. Bahkan mereka melumuri sang kepala sekolahnya. Suasana kegembiraan memenuhi para siswa kelas 3. Tak seorang pun yang tak dikotori atau mongotori dirinya. Usai berkeliling kota Moanemani, mereka lanjut dengan acara goyong di halaman sekolah.
Menurut Fredy Yobee, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Dogiyai, yang menentukan lulus dan tidaknya anak didik tergantung dukungan orang tua dan keaktifan serta keefektifan belajar anak didik tersebut. “Dukungan orang tua harus dipertahankan untuk mendukung anak-anaknya yang masih duduk di bangku kelas X dan XI seperti yang sudah-sudah,” kata Fredy Yobee di kediamannya Kompleks Perumahan Guru. Menurutnya, para guru hanya mengarahkan anak didik mereka demi meraih masa depannya. “Yang lebih berperan aktif adalah orang tua murid untuk membina ataupun mendidik anak-anaknya,” lanjutnya.
Selain itu, kata Fredy, kekompakan guru juga harus dipertahankan walaupun ada teman-teman guru yang mungkin karena ada halangan tidak pernah mengajar. Tetapi menurutnya, semua guru sudah kompak 99 % dan hasilnya UN kali ini lulus 100 %.
Menurutnya lagi, kelulusan siswa mesti diuji melalui tiga tahap yakni Ujian Sekolah, USBN dan Ujian Nasional. “Lulus dan tidaknya ditentukan dari sekolah bersangkutan, pusat hanya mengukur kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.”
Sekolah punya penilaian-penilaian tertentu untuk menentukan kelulusan anak didik mereka. Jika ada anak yang dinyatakan tidak lulus, maka anak itu dinilai malas, kepala batu atau kemampuannya minim, maka para guru mengambil keputusan agar anak itu tabah setahun lagi untuk menuntaskan kekurangan yang ada pada dirinya. (Vitalis Goo)
Dari pantauan media ini, para siswa saling melumuri lumpur pada pakaian dan tubuh mereka masing-masing merasa bahagia atas kelulusannya. Bahkan mereka melumuri sang kepala sekolahnya. Suasana kegembiraan memenuhi para siswa kelas 3. Tak seorang pun yang tak dikotori atau mongotori dirinya. Usai berkeliling kota Moanemani, mereka lanjut dengan acara goyong di halaman sekolah.
Menurut Fredy Yobee, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Dogiyai, yang menentukan lulus dan tidaknya anak didik tergantung dukungan orang tua dan keaktifan serta keefektifan belajar anak didik tersebut. “Dukungan orang tua harus dipertahankan untuk mendukung anak-anaknya yang masih duduk di bangku kelas X dan XI seperti yang sudah-sudah,” kata Fredy Yobee di kediamannya Kompleks Perumahan Guru. Menurutnya, para guru hanya mengarahkan anak didik mereka demi meraih masa depannya. “Yang lebih berperan aktif adalah orang tua murid untuk membina ataupun mendidik anak-anaknya,” lanjutnya.
Selain itu, kata Fredy, kekompakan guru juga harus dipertahankan walaupun ada teman-teman guru yang mungkin karena ada halangan tidak pernah mengajar. Tetapi menurutnya, semua guru sudah kompak 99 % dan hasilnya UN kali ini lulus 100 %.
Menurutnya lagi, kelulusan siswa mesti diuji melalui tiga tahap yakni Ujian Sekolah, USBN dan Ujian Nasional. “Lulus dan tidaknya ditentukan dari sekolah bersangkutan, pusat hanya mengukur kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.”
Sekolah punya penilaian-penilaian tertentu untuk menentukan kelulusan anak didik mereka. Jika ada anak yang dinyatakan tidak lulus, maka anak itu dinilai malas, kepala batu atau kemampuannya minim, maka para guru mengambil keputusan agar anak itu tabah setahun lagi untuk menuntaskan kekurangan yang ada pada dirinya. (Vitalis Goo)
0 komentar:
Post a Comment