![]() |
Saat Ibadah Natal Oikumene di Gereja Tiga Raja, Timika. |
Pada ibadat Natal
bersama yang berlangsung pada sore hari itu, dihadiri puluhan umat Katolik dan
umat dari berbagai denomenasi Gereja. Dihadiri pula para undangan.
Ibadat yang
berlansung sekitar tiga jam lebih itu, diikuti dengan khitmat.
Dalam kotbahnya,
Pastor Honoratus mengatakan bahwa natal selalu dipandang sebagai yang membawa
suka cita. Jika natal membawa sukacita, lanjut Pastor, apa yang membuat manusia
suka cita? Apakah manusia tidak mengalami sukacita dalam hidup sehingga
merindukan sukacita?
Hidup di dunia
ini, jelas Pastor Honoratus, ada banyak orang yang mengalami kehilangan
sukacita, karena dirampas oleh sesamanya dengan cara yang tidak manusiawi.
“Banyak orang hidup
dalam ketakutan, kecemasan dan kekawatiran, karena keegoisan semakin menjamur
dalam hidup manusia, sehingga tercipta kehancuran dalam hidup keluarga,
kejahatan merajalelah dalam hidup bersama, persaingan-persaingan yang berujung
pada korban jiwa dan kehancuran dalam ranah pemerintahan di segala aspek,”
jelas, Pastor rekan Paroki Katederal Tiga Raja, dalam kotbahnya.
Semuanya itu, lanjut
Pastor, membuat sukacita semakin jauh dari hidup manusia. Dunia ini dijadikan
jahat dan menakutkan oleh karena keegoisan manusia yang tidak dapat dibendung
lagi.
Dalam situasi hidup
manusia yang jauh dari sukacita, yang diliputi ketakutan, kecemasan,
kekawatiran dan kehilangan, sambung Pastor Pigai, Allah mengaruniakan anak-Nya
yang tunggal. Anak Tunggal itu dilahirkan di kandang yang hina, sebagai simbol
gambaran bahwa Yesus lahir dalam hidup manusia yang penuh kedosaan dan
kehinaan.
“Yesus lahir di
tempat yang kotor dan hina yang penuh dengan kotoran adalah symbol hati manusia
yang kotor, hina dan penuh kotoran. Yesus lahir di Hati yang kotor, hina dan
kotor itu, supaya mengangkat martabat manusia.” Ucap Pastor Pigai yang juga
Ketua KOMKEP Keuskupan Timika itu.
Di kesempatan yang
sama, Pastor Pigai juga merevansikan dengan bacaan Injil Luk: 2: 8-20 yang
dibacakan. Menurutnya, para gembala domba pun tidak terlepas dari ketakutan,
kecemasan dan kekawatiran. Para Gembala zaman itu, dipandang orang kelas dua. Orang
yang disingkirkan dan berada di luar kota Yerusalem. Kadang-kala domba peliharaannya bisa dibawa
saja dan/atau dibayar murah oleh Pemerintahan atau Penguasa.
Dalam situasi
demikian, kata Pastor, mereka memperoleh kabar suka cita dari Malaikat tentang
Sang Juru Selamat, Pembawa Damai dan Pembawa Suka Cita lahir bagi dunia. Dialah
Yesus, Imanuel yang membawa sukacita besar bagi dunia, teristimewa dibebaskan dari
penjajahan dosa manusia.
“Hari ini telah
lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dia
lahir dalam hati kita yang hina, marilah kita membuka hati, menerima dan
membesarkannya semoga sukacita menjadi penuh dalam hidup kita,” pesan Pastor
mengakhiri kotbahnya.
Ibadat Oikume itu
dimeriahkan oleh nyanyian pujian merdu dari paduan suara Gema Nafiri Paroki
Katederal Tiga Raja, paduan suara anak Timika dan Kwamki Narama, Trio Bukit
Saitun (Crew1), vocal group Oikumene Crew1 Gresber Operation dan solo bapak
Dani Lepertery. (Segoo)
0 komentar:
Post a Comment