Timika, KAJPNEWS --- Komite Nasional
Papua Barat (KNPB) dan Parlemen Rakyat Daerah Wilayah Timika, memediasi rakyat
Papua memperingati lahirnya Embrio Negara West Papua ke 55 Tahun, Kamis
(01/12/2016) di sekertariat KNPB dan PRD Wilayah Timika, Jalan Freeport Lama,
Kebun Sirih, Kelurahan Kwamki, Timika-Papua.
Kegiatan HUT Papua
yang ke-55 tersebut, diikuti ribuan warga Papua. Dalam perayaan tersebut dihadiri
juga perwakilan organ-organ perjuangan, seperti Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB), West Papua Nasional of Coalition (WPNCL),
Parlemen Nasional West Papua (PNWP) dan dari berbagai dominasi Gereja, toko
pemuda, toko adat, serta toko Perempuan.
Perayaan di isi
dengan beberapa kegiatan diantaranya, Doa dan Ibadat, Sambutan, atraksi budaya
Kamoro, dan panggung lagu serta ditutup dengan Waita (atraksi kegembiraan).
Perayaan HUT ke 55
tidak hanya dirayakan di Timika, dibeberapa daerah Papua juga merayakannya. Bahkan
pendukung perjuangan di seantero dunia pun ikut ambil bagian merayakan hari
kebesaran rakyat Papua.
Abihut Degei, S.Th, selaku
Ketua Parlemen Rakyat Daerah Mimika (PRDM), mengatakan seluruh rakyat bangsa
Papua yang ada di Papua dan di luar Papua sama-sama merayakan HUT lahirnya
Embrio Negara West Papua, yang ke 55.
"Hari ini,
semua rakyat Papua dan pendukung perjuangan rakyat Papua rayakan HUT ke 55,
hari lahirnya embrio Negara West Papua,"ucapnya dalam sambutan yang di
sampaikan saat itu.
Pada kesempatan yang
sama, Ketua I KNPB Pusat, Agus Kossay, yang datang ikut rayakan hari bersejarah
itu, mengatakan, rakyat Papua mulai dari Sorong sampai Samarai memperingati hal
yang sama.
Perayaan ini,
menurut Kossay, agar orang Papua merefleksikan diri terhadap proses perjungan
panjang selama 55 tahun silam.
Selain itu,
menurutnya, perayaan ini pun dibuat dengan kesadaran bahwa rakyat Papua
menyatakan dengan sungguh-sungguh Kepada Dunia bahwa Papua bukan bangsa
Indonesia.
“Kami (orang
Papua-red) mau menyatakan kepada dunia bahwa kami (orang Papua-red) bukan
bangsa Indonesia. Kami adalah bangsa
Papua yang mau menentukan nasib sendiri di atas tanah Ini, sama seperti
bangsa-bangsa lain didunia,” ucapnya.
Peringatan ini juga,
sambungnya, dirayakan dengan ibadat dan doa, karena kami (rakyat papua-red) mau
menunjukkan kepada dunia bahwa perjuangan Papua dilakukan secara damai dan
bermartabat, "pintanya
Terkait gerakan
Milisi yang lahir di seantero Papua dan di luar papua, Agus menyampaikan rasa
hormatnya karena baginya negara Indonesia adalah negara demokrasi maka harus
dihargai.
“Kami menghormati
dan menghargai lahirnya milisi-milisi di seluruh Papua dan luar Papua. Kami menghormati
karena negara ini negara demokrasi. Tapi
lakukanlah sesuai dengan demokrasi sesunggunya. Tidak boleh menggangu dan
memaksa rakyat Papua yang ingin menentukan nasib sendiri, karena rakyat Papua
lahir di sini (Papua-red) mati pun disini, merdekapun di sini, bukan di tempat
lain,"katanya.
Pada kesempatan yang
sama, Abihut Degei, ucapkan rasa berterima kasih pada gerakan pro-demokrasi, Front
Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI- West Papua), yang lahir di Jakarta mendukung
bangsa Papua menentukan nasib sendiri.
"Hal ini, langkah
maju, terbukti bahwa kebenaran yang di suarakan oleh rakyat Papua sudah di dengar
di Indonesia. Mereka yang tergabung dalam Organ FRI-West Papua, punya upah
besar karena mereka tahu bahwa kebenaran harus diperjuangkan," ucapnya.
Abihut, mengajak,
rakyat Papua awasi diri pribadi baik-baik dan kepala rumah tangga harus bertugas
menjaga siapapun dia, karena musuh sudah dekat dan tidak memandang siapa pun
dia untuk mengganggu kita.
Selain kepala
keluarga, para Pendeta dan Pastor pun memiliki tugas yang sama. Tugas
melindungi umatnya. Melalui Kotbah-kotbah atau seruan-seruan harus disampaikan
kepada umat agar umat tidak jatuh dalam berbagai persoalan dan masalah. Umat
harus diselamatkan sebelum terjadi apa-apa.
"Pendeta dan
Gembala, Pastor Gereja ada untuk menjaga domba, jangan cuma ketika rakyat meninggal baru turun dan katakan meninggal karena kehendak Tuhan. Apa itu?
seharusnya sebelum meninggal gembala menjaga domba dengan baik," pesannya.
Sejak tahun 1961
hingga kini, lanjutnya, rakyat bangsa Papua berada dalam penderitaan, penindasan
dan penjajahan. Dalam situasi demikian, rakyat Papua dibunuh tanpa kompromi
oleh penguasa negara.
Selama 55 tahun,
menurutnya rakyat Papua tidak dipandang sebagai manusia. Penghancuran
Nilai-nilai Budaya dan Pembunuhan terhadap rakyat Papua tak kunjung habis. Itu
terjadi sepanjang sejarah perjuangan bangsa Papua. Kepentingan ekonomi
Indonesia dan negara-negara sekutunya menjadi penyebab.
Di sesi lain, dalam
ibadat, yang di pimpin oleh Pdt. Dainel Bagau, dia membakar rakyat yang hadir
dengan wejangan-wejangan rohani. Di sela-sela kotbahnya, pendeta mengatakan
orang Papua adalah ciptaan Tuhan yang mulia, sehingga pergumulan panjang selama
55 tahun, Tuhan pasti telah mendengar dan akan menjawab sesuai rancanganNya. Yang
penting orang Papua berbuat baik dan benar dalam masa perjuangan.
Hal itu dikatakan,
karena menurut Bagau, semua orang Papua
ada dalam perlindungan Tuhan, sehingga
Tuhan pasti mengutus malaikat untuk
menjaga dari segala rasa takut
dan segala persoalan besar sekalipun. Dalam perjuangan kebenaran tidak boleh
takut dan merasa kalah. Kalau yang diperjuangkan adalah kebenaran pasti Tuhan
akan menambah keberanian dan perlindungan bagi kita.
Honny Pigai
Honny Pigai
0 komentar:
Post a Comment