Nasib Anak Negeri 'Bumi Cenderawasih'

Foto: triaspolitica.net
Hari berganti, begitu pun tahun. Dunia ini pun ikut berubah. Mungkin tak ada yang abadi. Jangankan benda mati, mahluk hidup pun mengalami kematian. Mungkin hanya tanah ini, tetapi ia pun mengalami perubahan.

Di bumi ini, manusia mengalami kelahiran dan kematian. Hidup ketika manusia mengalami kelahiran dan mati ketika manusia menghembuskan napas terakhir.

Di belahan bumi ini, dimana orang menjuluki 'Bumi Cenderawasih' manusia datang dari berbagai penjuru bumi. Mereka masih menjuluki Bumi Cenderawasih walau burung cenderawasih kian punah.

Di ujung Timur bumi ini, manusia dari berbagai belahan bumi berkumpul. Tak hanya orang Papua, tetapi juga orang luar Papua (non-Papua).

Disana tak ada perbedaan sebagaimana yang sering bahkan selalu terjadi di daerah lain. Jangankan Pegawai Negeri Sipil (PNS), buruh bagasi saja lengkap. Adalah representatif dari berbagai daerah di Indonesia. Soal pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP) lebih gampang, tak serumit di daerah lain.

Bumi Cenderawasih, memang indah bagai bulu burung Cenderawasih. Memang indah untuk mencari pangkat dan jabatan, indah untuk menjalankan bisnis apa saja dan indah untuk menikmati pesona alamnya.

Karena indah, manusia datang berlabuh di dermaga Bumi Cenderawasih. Mereka berlabuh untuk menikmati keindahan-keindahan yang telah dimaksud di atas. Dari yang datang, hanya segelintir orang yang peduli dengan penghuni Bumi Cenderawasih - peduli akan nasib orang asli Papua.

Kebanyakan orang datang untuk mengancam, menaniaya, memerkosa, bahkan membunuh orang asli Papua. Ada pula yang datang menguras kekayaan alam Papua.

Dengan demikian, orang asli Papua melarat di atas kekayaan alamnnya yang berlimpah, ibarat tikus mati di tengah lumbung padi. (Vitalis Goo)
Share on Google Plus

About Admin

0 komentar: