Perjalanan Mengantar Salib OMK Keuskupan Timika

Beberapa minggu lalu (Pertengahan Juli 2016) saya ke Dogiyai. Tujuan saya ke sana mengantar Salib Orang muda Katolik.

Dari TIMIKA saya menggunakan pesawat jenis Pilatus milik AMA (Associated Mission Aviation). Jadwal pesawat waktu itu, rencana mendarat di Deiyai. Karena saya ke Dogiyai, maka saya mencoba memaksa agen AMA, supaya bisa singgah dan mendarat di Dogiyai antar saya dan salib. Agen mencoba menghubungi, tapi tetap tidak bisa. Alasannya, karena pilot punya pengalaman saling beradu mulut dengan PASKAS (tentara) yang sampai sekarang masih ada di Dogiyai. Mereka berlaku sebagai agen di sana.

Pengalaman itu buat pilot ngotot tidak mau mendarat. Saya ditelpon tanpa henti dari kawan-kawan TIM PASTORAL untuk mencoba memaksa pilot, tapi tetap sulit. Apalagi pilot itu "bule," (orang Barat). Ya..mereka itu dikenal orang yang kalau bilang ya berarti ya dan tidak berarti tidak. Punya prinsip yang tidak bisa berubah. Terpaksa harus mendarat di Deiyai.

Setelah mendengar bahwa pilot ngotot tidak mendarat, saya hubungi kawan-kawan TIM PASTORAL, bahwa saya akan melalui Deiyai. Sontak dengar berita saya, umat Dogiyai kerahkan massa menjemput Salib yang saya bawa itu. Waktu satya tiba di bandara Waghete, umat Dekenat Kamuu-Mapia sudah menunggu dengan menggunakan pakaian adat dan tarian adat. Mobil-mobil yang menjemput pun sudah siap mengangkut kami.

Salib yang saya bawa, langsung dipangku oleh mama-mama menggunakan mobil Strada, belakang kosong. Selama perjalanan tidak sunyi. Lagu-lagu daerah , wani dan tupe mengiringi perjalanan kami.

Bukan hanya mereka saja yang menjemput, puluhan motor dan beberapa truk yang dipenuhi umat pun kami ketemu di jalan. Mereka juga datang menjemput. Luar biasa jalan raya Deiyai - Dogiyai ditutupi umat yang menjemput Salib OMK.

Setibanya kami di perbatasan Dekenat PANIAI dan Dekenat KAMUU-MAPIA, pengurus OMK Dekenat meminta supaya Salib dipasang. Memang karena Salib itu dirancang bisa bongkar pasang dan diisi dalam box. Saya mengambil obeng dan perlengkapannya untuk buka box itu serta memasang Salib itu sampai jadi. Setelahnya kami berdoa sejenak di perbatasan, Iyadimi. Kami lalu mulai star hingga Paroki Moanemani.

Di Paroki, diadakan acara serahterima dari Komisi Kepemudaan Keuskupan dan Dekenat ke Paroki bersangkutan kepada OMK paroki. OMK paroki menerimanya dan menempatkannya di depan Altar. Sore itu, kami mengadakan misa OMK Dekenat yang hadir pada waktu itu.

Setelah tujuan perjalanan saya mengantar Salib sampai ke tempat tujuan, segala urusan menyangkut kegiatan umat dan rally salib di dekenat itu, bersama Salib, saya serahkan sepenuhnya pada Komkep Dekenat.

Bersama kegiatan itu berjalan, hari juga semakin larut. Pastoran sudah ada. Saya siap diri untuk istirahat sejenak. Hanya tiba-tiba Umat Quasi Mauwa meminta saya bermalam di pastoran barunya. Memang sebelumnya saya ditawari oleh Timpas Mauwa, tapi saya tidak hiraukan. Kali ini, beberapa umat sendiri ajak. Saya tidak bisa menolaknya. Apalagi saat itu Pastor parokinya ada urusan ke luar Paroki. Maka saya mengiyakan ajakkan mereka sekitar pukul 10.00 WP.

MENGAPA SAYA BERKERAS UNTUK TETAP di Pastoran Moanemani, karena saya tidak akan dijemput oleh big brother, Marinus Agapa. Ingatan ini amat segar untuk dia. Ingatan ini semacam tidak terhapus. Saya sedih. Waktu itu, dalam pikiran saya bergolak. Apakah saya akan berjumpa dengan big brother? Apakah candanya itu akan ku dengar di sana? Apakah ceritanya akan ku temukan di sana?

Terpaksa, karena teman karibnya yang selalu bersama dengannya dan kawan-kawannya datang mengajak saya, maka saya jalan. Ya, walaupun sedetik pun dia tidak muncul selama tiga hari saya di Mauwa, tapi saya bangga saya melihat karya yang dikerjakannya. Wauwa kau hebat..ungkap hati. (Pastor Honaratus Pigai, Pr.)

Share on Google Plus

About Admin

0 komentar: