Limbah: Sang Pembunuh Jiwa

Pendapat setiap orang kepada para pelaku tak bertanggungjawab mesti diberikan. Mereka yang mempraktekkan sistem yang menghancurkan adalah mereka yang menciptakan kekacau-balauan hidup. Kehidupan yang kacau-balau adalah kehidupan mereka yang tak memiliki jiwa. Bersamaan dengan kehadiran mereka di alam dan manusia yang memiliki jiwa, menghancurkan kehidupan jiwa yang sudah lama berurat dan berakar. Ulasan di bawah ini merupakan sedikit pendapat saya untuk mereka yang demikian.

Di sekitar sini harus mengendarai speedboat secara pelan karena bagian dasar laut limbah telah menguasainya.


Limbah industry, setelah menguasai area kali, sungai dan pantai kini merambat ke arah lautan bebas – foto ist (Gbr 1).






Oleh: Silvester Dogomo


Sekilas kisah
Saya yang notabenenya harus melewati limbah-limbah dalam perjalanan menuju tempat pelayanan sebagai Petugas Gereja, mengalami sesuatu yang sangat menyedihkan dalam beberapa peristiwa. Ketika itu, saya bersama beberapa penumpang Susi Air harus berangkat ke Agimuga. Ketika dalam perjalanan ke tempat yang dituju kala itu, saya pun terpanah ke bawah melihat pemandangan yang terhampar. Pemandangan yang dulunya membawa kepuasan hati karena merasa dan mengalami bahwa alam yang memberi hidup pada orang-orang yang hidup disekitarnya, kini semangat pun hilang bersama wajah kehancuran yang ditampakkan dari alam.



Saya mengambil handphone dan memotretnya. Saya memandang dan memperlakukan seperti manusia lalu bertanya padanya, “Heee, mengapa kamu jadi begini? Bukankah dulu Kau menjadi semangat hidup? Mengapa kini Kau menderita?” Dan banyak pertanyaan lain lagi muncul dalam benakku.
Apa yang saya lihat dan rasakan dari udara, yang tak dapat dijangkau itu pun, saya mengalami-nya langsung ketika melakukan perjalanan lewat laut. Pada 14 Juli 2016, ketika perjalanan ke Timika mengikuti sebuah kegiatan KKI Keuskupan Timika, School Of Animator Animatris (SOMA), saya bersama semua orang yang ada disitu melihat dan mengalami langsung betapa jahatnya limbah itu. Limbah itu membuat kami harus jalan secara pelan dan berhati-hati, karena itu seolah-olah lumpur hidup yang dapat membuat macet, merusak bahkan mematikan mesin speedboat yang kami tumpangi. Pengalaman yang sungguh menyedihkan.

Dalam perjalananku dengan tujuan mengikuti kegiatan dengan Tema: “Kreatif dan Gembira menjadi Animator Animatris Misioner ”. Kami harus berjalan melewati diantara buangan limbah dari PT. Freeport  yang paling berkuasa. Di samping kiri dan kanan speedboat terlihat tanah kering, yang bagi siapa yang menginjaknya akan tenggelam dan menjadi milik laut karena ulah sang diktator itu. Bahkan di dasar laut yang di atas permukaannya sedang kami lewati telah dikuasai benda buangan ini. Saya pun mulai bertanya kepadanya, "Dulu Kau memberiku kehidupan, namun mengapa kini kau begini?" (sambil menunjuk ke semua yang berantakan itu).

Limbah dan Jiwa AlamApabila kita berbicara tentang limbah, maka itu pasti berefek negatif. Limbah berarti pembuangan atau sampah atau kotoran. Limbah industri berarti pembuangan atau kotoran industri yang memiliki dampak negatif terhadap manusia dan alamnya.
Akhibat limbah industri yang dibuang begitu saja di sepanjang kali dan sungai, bahkan tepi pantai dan lautan bebas, membuat sumber dan pendapatan dari mereka yang hidup di areal sekitarnya sangat minim karena mereka hidup dari kali dan sungai itu. Mereka mengumpulkan hasil kali, sungai dan laut untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bersamaan dengan tergenangnya kali dan sungai oleh limbah ini, sumber pendapatan mereka semakin kurang, bahkan kini mereka berharap kepada sang diktator yang menyebabkan adanya limbah itu.
Jiwa alam yang mengobarkan semangat hidup, yang selalu menjadi buah bibir para leluhur bahwa semuanya sudah ada, semuanya sudah diciptakan dan dilengkapi di alam Papua yang indah, kini menjadi sebuah slogan saja. Sayang sekali nasib hidup ini, karena ulah manusia tak bertanggungjawab karena sungai-sungai, kali-kali bahkan pantai dan laut yang jaraknya berkilo-kilo dari tempat industri beroperasi (PT. Freeport) menjadi korban limbah. Hal ini berbanding terbalik dengan alam yang selalu menjadi tempat di mana orang mencari makan. Orang makan, minum bahkan hidup dari alam karena mereka selalu merasa, mengerti, percaya dan mengalami langsung. Bahwa dia yang ada di atas (Allah) telah menciptakan semuanya, semuanya sudah ada, tinggal manusia menikmatinya dari alam.

Limbah: Sang PembunuhDengan beberapa ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa, mereka hidup karena alam memberi mereka makan. Makanan yang diperoleh dari alam, mereka yakin bahwa itu diberikan oleh yang di atas atau sang pemberi hidup (Allah). Bersamaan dengan terjaminnya hidup mereka, mereka selalu mengalami semangat yang baru yang memberi hidup dari alam, seola-ola jiwa alam menyemangati mereka, hukum alam meliputi mereka, hukum universal yang Allah tempatkan menjadi pedoman hidup mereka.
Jiwa mereka menjadi hidup bersama jiwa alam yang hidup dan selalu eksis. Ada dan hidupnya jiwa alam menjadi ada dan hidupnya jiwa mereka. Semangat mereka selalu dikobarkan karena hukum universal menjadi pedoman dan penghayatan hidupnya. Hukum ini tidak hanya menjadi slogan belaka, lebih darinya, itu menjadi spirit yang mengobarkan hidup mereka.
Alam yang menyediakan semuanya untuk memenuhi kebutuhan mereka, kini menjadi sesuatu yang tabu. Hal ini sekiranya disebabkan oleh limba yang memenuhi jiwa alam. Bersamaan dengan hancurnya jiwa alam hancurlah semangat hidupnya. Pedoman dan penghayatan hidup mereka pada hukum universalpun menjadi sesuatu yang asing. Dengan ke-asing-an tersebut, membuat mereka harus berharap pada sesuatu yang mereka sendiri tidak tahu dan tidak sadar bahwa apa yang diharapkan dan yang didapatkan itu merupakan hanya sebagian bahkan seperempat dari jiwa alam yang sebelumnya menjadi jiwa hidup (leluhur) mereka secara penuh.
Hal ini merupakan sebuah penyimpangan dari sebuah jalan menemukan  identitas dan jati diri  yang dahulu sudah ada dan hidup ke arah kehidupan yang hidup dalam sebuah kekacaubalauan. Kini semangat mereka hancur, spirit itu sendiri hidup melarat bersama melaratnya jiwa alam karena limba yang bersifat penghancur menguasai alam, di mana mereka hidup sehingga hidup mereka bergantung pada limba yang adalah “sang penghancur”.
Share on Google Plus

About Admin

0 komentar: