Betapa tidak kita tergugah melihat film ini. Perjuangan seorang Ibu di pulau bak Surga di sebelah timur Indonesia, tanah Papua. Kekayaan alam yang indah, terkadang dipertanyakan karena berbanding terbalik dengan keadaan masyarakat yang masih hidup tidak layak, sulit akan akses pendidikan dan kesehatan.
Mama Halosina, tinggal di pedalaman Yahukimo, Wamena, sekitar 5 jam berjalan kaki dari kota Wamena. Mama hidup bersama 4 anaknya, menghidupi mereka seorang diri, suaminya menikah lagi dengan wanita lain. Hidup sehari-hari dari uang yang ia peroleh terkadang tidak cukup. Suami yang harusnya bertanggung jawab. Pernah juga Mama Halosina mendapat denda adat karena dituduh mencuri. Sebenarnya bukannya mencuri. Tetapi mencari ubi di lahan milik adik suaminya untuk menghidupi kebutuhan makan anak-anaknya.
Denda yang harusnya dibayar tak kunjung ia lunasi. Bagaimana? Menjual sayuran uangnya tidak seberapa, habis langsung untuk membeli kehidupan keluarga, untuk anak-anak terutama. Diambil dari kisah nyata, pada akhirnya Mama bisa berdamai dengan adik suaminya, pantang menyerah menjelaskan keadaan sebenarnya. Mama bisa kembali hidup dengan nyaman di kampungnya, denda adat tersebut pada akhirnya bisa ia lunasi.
Tanah Mama sangat menyentuh. Perjuangan Mama menyadarkan banyak hal, mengetuk hati saya, kalau selama ini masih sering mengeluh tentang persoalan hidup, lihat lebih luas lagi bahwa di pelosok sana ada yang berjuang hidup sedemikian kerasnya. Mengeluh tentu bukanlah jawaban. Hiduplah dengan sederhana, rasakan penderitaaan saudara kita sebagai bagian dari hidup kita.
Kisah yang diangkat menjadi film seperti ini kiranya menjadi contoh film lainnya, penuh makna dan mendidik. Terima kasih Tanah Mama, kami belajar banyak.
(Maria Anindita Nareswari)
Mama Halosina, tinggal di pedalaman Yahukimo, Wamena, sekitar 5 jam berjalan kaki dari kota Wamena. Mama hidup bersama 4 anaknya, menghidupi mereka seorang diri, suaminya menikah lagi dengan wanita lain. Hidup sehari-hari dari uang yang ia peroleh terkadang tidak cukup. Suami yang harusnya bertanggung jawab. Pernah juga Mama Halosina mendapat denda adat karena dituduh mencuri. Sebenarnya bukannya mencuri. Tetapi mencari ubi di lahan milik adik suaminya untuk menghidupi kebutuhan makan anak-anaknya.
Denda yang harusnya dibayar tak kunjung ia lunasi. Bagaimana? Menjual sayuran uangnya tidak seberapa, habis langsung untuk membeli kehidupan keluarga, untuk anak-anak terutama. Diambil dari kisah nyata, pada akhirnya Mama bisa berdamai dengan adik suaminya, pantang menyerah menjelaskan keadaan sebenarnya. Mama bisa kembali hidup dengan nyaman di kampungnya, denda adat tersebut pada akhirnya bisa ia lunasi.
Tanah Mama sangat menyentuh. Perjuangan Mama menyadarkan banyak hal, mengetuk hati saya, kalau selama ini masih sering mengeluh tentang persoalan hidup, lihat lebih luas lagi bahwa di pelosok sana ada yang berjuang hidup sedemikian kerasnya. Mengeluh tentu bukanlah jawaban. Hiduplah dengan sederhana, rasakan penderitaaan saudara kita sebagai bagian dari hidup kita.
Kisah yang diangkat menjadi film seperti ini kiranya menjadi contoh film lainnya, penuh makna dan mendidik. Terima kasih Tanah Mama, kami belajar banyak.
(Maria Anindita Nareswari)
1 komentar:
filem bagus ne dapat di mana ka?
ada yang tau tempat dowload gratisnya...
bagi-bagi ka?
Post a Comment