Dulu
sebelum negriku belum dijamah pemerintah maupun agama, negri ini masih misteri.
Alamnya indah dan menyembunyikan segala kekayaan alam yang tak terhitung
jumlahnya.
Terdapat
daerah perburuan suku-suku Papua. Mereka bangga akan kesejukan dan hutan tempat
mereka berburu. Mengapa? karena hutan itu dihuni aneka jenis marga satwa,
seperti; Babi, Kuskus, Kasuari, Cendrawasih dan hampir semua jenis burung.
Anggrek dan bungga liar pun mekar sepanjang tahun.
Bila
pergi berburu, pasti tak pernah kembali dengan tangan hampa. Mereka juga
mengumpulkan aneka tumbuhan untuk bahan makanan dan obat-obatan. Hutan itu kaya
dan penuh keceriaan sehingga sering mereka membanggakannya.
Ada
pun emas, perak, tembaga dan nikel yang masih perawan.
Kehadiran
Gereja di negeri Papua, mulai membuka kemisteriusan itu. Gereja mulai mendidik
dan mengajarkan masyarakat lokal untuk mampu mengolah kekayaan itu sendiri,
agar mampu mandiri dan menyejahterahkan dirinya dan keluarganya. Gereja memulai
dengan membangun kemanusiaan secara rohani, nilai-nilai positif yang mesti
dipegang dan menjadi pedoman, diajarkan untuk bisa bersaing dengan perubahaan
zaman yang akan datang.
Rupanya
Gereja mengerti bahwa negri Papua, akan terbuka dan akan hadir orang-orang
asing untuk hidup di daerah ini. Memang terjadilah seperti yang dipikirkan
bahwa mulai terjadi dan sudah terjadi, bahwa orang-orang lain berdatangan ke
Papua, apalagi dengan dengan hadirnya pemerintah. Lebih Jahatnya lagi, sekarang
setelah Otsus yang dibarengi dengan berbagai macam pemekaran daerah, kabupaten,
provinsi dan juga perusahaan-perusahaan yang tidak bersahabat dengan
hutan.
Kehadiran
Pemerintahan dan Perusahan-perusahaan raksasa di Papua, mengubah wajah daerah
Papua menjadi babak-belur. Keperawanan alam Misteri terbongkar akibat ulah
manusia demi kepentingan. Pokoknya, alam Papua mulai berubah dalam waktu yang
singkat. Kekayaan alam yang misteri tebongkar habis dikuras. Sedangkan rakyat
pribumi, menjerit dan menonton miliknya diambil dan dibawa para kapitalis yang
rakus.
Hutan
yang dahulu tempat berburu, berubah total. Hutan dipenuhi suara aneh (sengsor
kayu) yang mengganggu. Aneka makhluk liar yang sebelumnya tidak pernah
mendengar suara ribur itu, berlarian ketakutan. Menjelang malam, keributan itu
pun sirna. Tetapi saat mereka kembali ke hutan, tempat tinggal binatang hancur
berantakan. Sebelum malam semakin larut, makhluk hutan harus mencari tempat
tinggal baru. Mereka berpindah ke tempat yang asing bagi mereka, tapi juga ada
yang dimusnahkan manusia pemangsa daging hewan.
Hari
berikutnya suara aneh itu muncul lagi. Suara itu gemerincing, menciut-ciut,
lalu pohon rubuh ke tanah. Perusahaan/pengusaha perkayuan menyerbu hutan dan menebang
semua pohon tempat berlindungnya. Setiap hari, makhluk liar berlarian, mencari
persembunyian yang aman. Dalam waktu setahun pepohonan pun musnah, demi
pembangunan. Tetapi akibatnya hancur hutan Papua, tapi juga terjadi yang
namanya ilegaloging. Hujan turun menghanyutkan rumput dan humus. Sungai-sungai
Papua tercemar tailing. Hutan yang indah pun berubah jadi tandus.
Rakyat
Papua kini, berjalan di atas tanah bekas daerah perburuan pendahulunya.
Tanahnya kini berbatu, tiada pohon tinggi dan rumput sekali pun. Tanah itu
tampak seperti gurun. Tak bisa lagi dipakai berburu. Karena memang tidak ada
hewan buruan. Tempat buruannya sirna dalam waktu yang tidak lama.
Seorang
lelaki tua menggelengkan kepala dan berucap, “Dulu tempat ini cerah-ceria,
burung bernyanyi di pepohonan dan selalu menghibur kesunyian pada pagi dan sore
hari. Bunga liar pun tumbuh di mana-mana. Di sana-sini terdapat jejak dan
kotoran hewan, kini tempat-tempat itu tampak mati total.”
Makanan
hewan berasal dari tumbuhan dan makanan kita berasal dari hewan. Di mana
pepohonan tumbuh di situ ada kehidupan. Janganlah semua pepohonan kita tebang.
Kalau pun hendak menebang, segeralah tanam pohon baru. Karena hal ini akan
membahagiakan semua pihak. Kelak pohon-pohon akan tumbuh dan padang tandus itu
akan kembali rimbun dan ceria. (Honaratus Pigai)
0 komentar:
Post a Comment