![]() |
Ilustrasi Foto/Uskup Timika, Mgr. John Philip Saklil |
TIMIKA, KAJPNEWS - Uskup Keuskupan
Timika, Papua Mgr John Philip Saklil tegas melarang warga asli Mimika, suku
Amungme dan Kamoro menjual tanah kepada pendatang.
Hal ini disampaikan
Uskup Timika, dalam kotbahnya, pada Misa Adven Pertama dan sekaligus melakukan
peletakan batu pertama pembangunan Gereja Katolik Stase St. Petrus SP 1-4,
Paroki St. Stefanus Sempan, Timika, Minggu, 27/11/16.
Uskup mengatakan di
Timika jumlah warga pendatang lebih banyak dari orang asli (suku Amungme dan
Kamoro). Orang asli kebanyakan meninggal, entah di usia muda atau saat
dilahirkan. Lanjut Uskup, mengapa tanah ini “subur” bagi orang lain tapi “kering”
bagio orang Amungme dan Kamoro.
"Sekarang
jumlah orang Amungme dan Kamoro semakin sedikit. Warga pendatang jauh lebih
banyak dari orang asli. Banyak orang mati dalam usia muda. Banyak anak-anak
yang mati saat dilahirkan. Pertanyaannya, mengapa tempat ini subur untuk orang
lain tapi kering untuk We Kamoro dan We Amungme. Manusia bisa berubah dan
berkembang jika takut kepada Tuhan," kata Uskup lagi.
Uskup juga
mengingatkan agar warga asli untuk menghentikan kebiasaan buruk, menjual harta
milik, berupa tanah dan rumah kepada orang lain untuk dipakai membeli minuman
keras dan mabuk-mabukan. Hentikan terlibat dalam kebiasaan-kebiasaan buruk.
"Kita ini banyak
seperti burung, hidupnya tidak jelas. Lalu lalang ke sana ke mari. Tanah habis
dijual, rumah tidak punya. Semuanya dijual habis hanya untuk dipakai membeli
minuman keras. Ini persoalan serius yang dihadapi warga asli di Mimika,"
katanya lagi.
Uskup Keuskupan
Timika ini berharap, orang asli mesti dewasa dan tidak termakan oleh situasi
dan perkembangan yang terjadi. Orang asli mesti memiliki prinsip untuk
membangun diri dan daerahnya.
Yang utama, lanjut
Uskup, orang asli tidak boleh menjual tanah dan rumahnya. Tanah dan rumah
adalah jiwa hidup yang mesti dijaga, bukan dijual dan dibuang kepada orang
lain. (Muye)
0 komentar:
Post a Comment