Ketika Sosok Preman Itu Datang

Kami tidak mempunyai agenda untuk melakukan kegiatan pagi itu, kami sedang duduk santai. Polisi masuk subuh dan merusak rumah kami, membongkar pintu dan menangkap kami dalam rumah tanpa alasan jelas.

Inilah cerita KAWANku.
Pagi itu sekitar jam 5 subuh waktu Papua Barat, saya sedang serius otak-atik handphone (hp) di rumah. Di rumah malam itu, kami ada sekitar empat orang termasuk saya. Sayalah yang tertua dari mereka bertiga. Mereka bertiga adalah adik-adik saya, tetapi kami biasanya saling menyapa kawan satu sama lain. Saya masih terjaga, sedang mereka masih dalam keadaan tidur sonoh subuh itu.

Kawan yang satu tidur di kamar, yang satunya tidur di dekat saya, dan yang satunya lagi tidur di ruangan belakang dekat tempat yang selalu kami gunakan sebagai dapur untuk urusan masak-memasak. Rupanya mereka bertiga masih terlena dalam mimpi-mimpi yang indah.

Tumm….tum…tum….
Terdengar bunyi tembakan diluar halaman tak henti. Belasan sampai puluhan peluru terbuang depan halaman. Mendengar bunyi tembakan itu, saya bergegas berdiri dan meluhur dari jendela. Tiba-tiba di luar terlihat polisi yang berpakai preman sedang menuju ke arah rumah kami. Mereka datang menggunakan pakaian biasa, identik dengan gaya preman.

Mereka datang menjurus ke arah rumah kami. Wajah mereka tampak ganas bagai seriga galak yang sedang memburu mangsanya untuk disantap. Itu sungguh mengharumkan bagiku. Tapi apakah kami binatang liar, pikirku pagi itu.

Beberapa menit kemudian.
Dari dekat jendela itu saya melompat sampai dekat kawan yang sedang dalam tidur sonoh itu. Saya membangunkannya untuk lari membawa hp saya. Setelah itu saya cepat-cepat membangunkan kawan yang sedang tidur di kamar. Kawan yang tadinya tidur dekat saya sudah lari membawa beberapa barang yang saya rasa penting. Dan kawan yang dari dalam kamar sudah ambil posisi duduk sandar pada dinding papan rumah dan kami berdua duduk saling bertatap menanti polisi berpakaian preman itu masuk kedalam rumah kami.

Kawan yang tadi lari membawa hp saya sudah lompat lewat jendela dan lari ke arah belakang rumah. Mendengar bunyi papan saat lari, kawan yang tadinya tidur di belakang mengikutinya dari belakang, dan lari bersama kawan yang satunya. Kini dalam rumah hanya tersisa kami dua orang.

Pang….drukkk…drakk… begitulah bunyi pintu yang didobrak polisi pagi itu. “Jangan bergerak!” pinta polisi yang sudah berada di depan pintu. Polisi yang lain berlarian di samping rumah hendak mengejar dua orang kawan kami yang lari sedari tadi. Senjata yang mereka bawa sudah lurus depan mata kami. Kami berdua yang ada di tempat hanya bisa mengangkat tangan dan diam tenang di tempat.

Sekitar 6 orang polisi sudah berada didalam ruang tamu dengan wajah garang. Sebagian masih berdiri di depan pintu dan sebagiannya lagi membongkar engsel pintu. Yang lainnya menendang-nendang beberapa papan yang sudah di cet dengan warna merah. Beberapa papan dalam ruangan tersebut telah dibongkar oleh polisi tadi.

Beberapa menit kumudian, setelah menjatuhkan papan dalam ruang tamu dan membongkar pintu rumah milik kami, kami berdua disuruh berdiri dan berjalan ke depan. Setelah tiba di halaman depan rumah, kami berdua disuruh berhenti. Tak lama kemudian, salah satu anggota polisi menyuruh saya untuk memikul pintu rumah kami yang sudah dibongkar.

Saya memikul pintu itu hingga depan jalan, dekat mobil yang sudah diparkir polisi. Saya meletakannya dekat mobil polisi seturut perintah mereka. Setelah meletakan pintu itu, saya didorong masuk dalam sebuah mobil milik polisi yang diparkir di jalan itu. Sebelumnya, saya melihat tidak ada track dalmas atau mobil dalmas yang diparkir, yang ada hanya ratusan sampai puluhan mobil biasa merek Avanza, Inova, dan lainnya milik polisi yang memadati ruas jalan. Pagi itu juga polisi bikin resah masyarakat yang berada di dekat rumah kami.

Tak lama setelah mereka naikkan kami berdua kedalam mobil, mereka membawa kami menuju polres. Dalam perjalanan, polisi tidak melakukan apa-apa pada kami berdua. Mereka tidak menyentuh tubuh kami sedikit pun. Mereka hanya membawa kami hingga polres dan mengarahkan kami ke ruang kecil, tempat polisi menginterogasi. Dan mereka menginterogasi kami di ruangan yang berbeda dengan polisi yang berbeda pula.

Cukup lama dalam ruangan interogasi itu. Setelah polisi interogasi, mereka membawa kami berdua di ruangan sel milik polres itu. Disana kami berdua diseret masuk dalam terali dan mereka mengunci kami dalam ruang sel.

Tadak lama setelah polisi-polisi itu pergi dari tatapan kami berdua, kami hanya tersenyuman manis saling menatap. “Aa legah, akhirnya bisa melihat surga milik orang-orang pemilik kebenaran.” ucap saya sambil mengalungkan tangan keatas. Dan kawan saya, hanya tersenyum manis sambil melepaskan nafas legah…

Tepan jam 10 pagi wpb, kami dimasukan dalam sel polres. Setelah polisi-polisi tadi datang merusak dinding pada ruang tamu dan mencabut pintu rumah kami pada jam 5 subuh. Semalam kami terdekap dalam ruang sel polres itu, hingga besoknya.

Keesokan harinya kami berdua dipulangkan dari polres. Sebelum kami dipulangkan, salah satu anggota datang dan membentak kami dengan bahasa yang kasar. Gertakkannya terkesan seperti gertakkan orang yang sedang mengomsumsi minuman keras (miras). Ia membentak kami dengan puluhan bahasa yang sama sekali tidak masuk akal.

Pada jam 11 siang itu, kami berdua dibebaskan dari polres itu, mereka membuka kunci sel polres dan menyuruh kami kelaur dari dalam sel. Setelah kami bedua keluar, kami berjalan dari polres hingga di rumah, dan kembali berkumpul bersama keluarga kami.

Catatan: Kisah ini nyata. Setelah polisi datang merusak Sekertariat KNPB Wilayah Nabire dan Menangkap dua Anggota KNPB di sekertariat KNPB wilayah Nabire pada tanggal 1 Desember 2017. Dua anggota KNPB wilayah Nabire yang ditangkap pada saat itu adalah Melkizedik Yeimo dan Kris Mote Alias Boma.


Oleh : Desederius Goo
Jubir KNPB Wilayah Nabire
Share on Google Plus

About Admin

0 komentar: