Masnap HAM: Ruang Demokrasi di Nabire Dibunuh Mati



Nabire, Jelatanews – Masyarakat Nabire Peduli HAM (Masnap HAM) mengatakan, ruang demokrasi sudah mati dibunuh militer dan penguasa di Nabire hingga tahun 2017 ini.

Saat memasang lilin peringati hari HAM Internasional di Nabire, Minggu (10/12/2017) sore, Gunawan Inggeruhi, Kordinator Umum Masnap HAM kepada media ini mengatakan, "Rentetan pelanggaran HAM di Papua tidak henti-henti sampai saat ini. Rezim Presiden Jokowi, Gubernur Papua, Lukas Enembe, dan Bupati Nabire, Isaias Douw yang diharapkan akan menyelesaikan kasus-kasus ini secara tuntas dan bersih pun, sama sekali tidak ada harapan.”
 
Menurut Gunawan, masyarakat adat dan gerakan-gerakan sipil telah dan sedang mengalami pelanggaran HAM, baik secara fisik maupun psikis.
 
Lanjut Gunawan, bahkan mereka dipukul mundur habis-habisan. Rakyat dibuat ketakutan dan terisolasi dalam situasi tekanan aparat negara.
 
”Saat ini, di Nabire dan Papua umumnya sama sekali tidak ada ruang demokrasi, ruang demokrasi dibunuh mati, pelanggaran HAM terjadi dimana-mana tanpa ada satu pun yang diproses hukum,” ungkapnya.
 
Gunawanjuga mengungkapkan, puluhan tahun Nabire terisolasi dari berbagai akses media dan bantuan-bantuan hukum untuk datang investigasi secara obyektif atas semua persoalan pelanggaran HAM yang dialami masyarakat Nabire. Kondisi ini membuat aparat keamanan, dalam hal ini Polisi, Brimob dan TNI dengan sewenang-wenang terus melakukan penyisiran, penangkapan, bahkan pembunuhan terhadap rakyat sipil di Nabire.

“Yang semestinya militer tidak diperbolehkan masuk ke kampus, di Nabire kampus Universitas Satya Wiyata Mandala (Uswim), polisi masuk semrawut tanpa ditangani. Ini terjadi berulang-ulang,” ungkap Gunawan.
 
Ditempat yang sama, Juru bicara Masnap HAM, Sonny Dogopia mengatakan, selain itu masyarakat adat Yerisiam Gua dan Wate yang memperjuangkan tanah adat mereka yang telah dan sedang dibabat habis oleh PT. Nabire Baru dan PT. Maining Jaya.
 
Lanjutnya, Perusahaan bahkan telah mendanai sekantong untuk militer, yakni TNI, Polisi, dan Brimob untuk terus-menerus melakukan pembantaian, intimidasi, penangkapan, bahkan pemenjaraan.
Dogopia juga mengutarakan, tercatat puluhan kali masyarakat adat disana menjadi korban hingga ada yang cacat total, lumpuh, bahkan ada yang sakit hingga meninggal dunia. Sudah begitu pelanggaran HAM terus-menerus terjadi disana.
 
Salah satu anggota Mansap HAM, Teko Kogoya mengatakan, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) wilayah Nabire yang berusaha menyampaikan aspirasi politik pembebasan nasional West Papua juga terus dintimidasi.
 
“Bahkan sudah puluhan lebih di tahun 2017, Ratusan anggota KNPB ditangkap sewenang-wenang, dipukul, dan dintimasi polisi secara brutal. Misal ketika 1 Desember 2017 kemarin. Tanpa ada acara peringatan hari kemerdekaan West Papua, puluhan polisi masuk ke sekertariat KNPB dan menangkap paksa dua anggota KNPB, merusak Sekertariat KNPB, merusak tanaman milik KNPB dan menghilangkan pintu Sekertariat KNPB Wilayah Nabire,”  ungkap Kogoya.
 
Lanjutnya, selain KNPB, relawan mama-mama pasar yang sedang mengorganisir persoalan-persoalan mama-mama pasar di Nabire pun ditutup ruangnya ketika tim relawan membuat mimbar bebas di Pantai Nabire, pada 23 September 2017. Tim relawan hanya diberi waktu satu jam dan disuruh hapus kata ‘mimbar bebas’ pada baliho yang menurut polisi adalah bagian dari kerja separatis.
 
Selain itu, lanjutnya lagi, buruh-buruh di pelabuhan Samabusa yang sangat bergantung hidup disana juga sedang dalam proses dipersempit ruang buat mereka oleh pemerintah dan militer dengan adanya peraturan pemerintah yang akan mengambil-alih manajemen semua koperasi kerja dan buruh di seluruh pelabuhan laut di Indonesia.
 
“Ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ditutupinya ruang demokrasi yang akan melahirkan pelanggaran HAM disana,” kata Teko.
 
Berikut 11 tuntutan Masnap HAM yang dibacakan saat diskusi berlangsung:
1. Masyarakat Nabire mendukung tutup PT. Freeport dari Tanah Papua.
 2. Tutup PT. Maining Jaya dan PT. Nabire Baru dari tanah adat Yerisiam Gua dan Wate.
3. Tolak praktek-praktek militerisme di segala lini kehidupan masyarakat di Nabire.
 4. Tolak pemberangusan kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berserikat di Papua, khususnya di Nabire.
5. Tolak pemberangusan kebebasan akademik dan berorganisasi.
 6. Tolak polisi, Brimob, dan TNI masuk ke kampus di Nabire.
7. Tolak perusahan-perusahan yang bergandeng dengan TNI, Polri, dan Brimob.
8. Tolak kriminalisasi rakyat, aktivis, masyarakat adat, dan mahasiswa di Nabire.
9. Tuntaskan pelanggaran HAM di seluruh tanah Papua, khususnya di Nabire.
10. Buka akses jurnalis nasional yang berpihak kepada kaum tertindas dan media internasional untuk masuk ke Papua, khususnya di Nabire.
11. Siapa pun yang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di Nabire harus ditindak dengan tegas melalui proses hukum tanpa kompromi.

 
(Jelatanews/Siska Goo)
Share on Google Plus

About Admin

0 komentar: