Tujuan Dibalik Penutupan Asrama Tauboria

Dugaan atas Penutupan Asrama Mahasiswa Katholik Tauboria dari pihak Keuskupan
 
Oleh: Hendrikus Bobii

 
Asrama Tauboria telah berjaya kurang lebih 31 Tahun (1976-2007). Asrama ditutup pada Tahun 2007 hingga tahun 2009 kembali dibuka atas nama alumni. Namun, penghuni asrama tidak pernah mendapat perhatihan dan pembinaan dari alumni sendiri maupun gereja maka nama Katolik yang disandang pada asrama tauboria mesti dihapus.

Sejarah Singkat dan Tujuan


Asrama Mahasiswa Katolik Tauboria dibangun pada Tahun 1975 atau 3 Tahun setelah berdirinya kampus Uncen. Asrama didirikan oleh seorang Misionaris Jerman dengan batuan dari pihak Gereja (umat) di Jerman melalui derma dan diresmikan pada tanggal 3 April 1976. Inisiatif seorang pastor  (maaf lupa namanya) untuk mendirikan Asrama tersebut dengan melihat kondisi wilayah Papua yang masih terisolasi, sehingga ada calon mahasiswa yang datang dari berbagai daerah (pedalaman) di Papua untuk menuntut ilmu di Jayapura sering ada kesulitan  atau kendala tempat tinggal, maka awalnya asrama menampung mahasiswa bedah agama, pada intinya kesulitan tempat tinggal. Hingga mengikuti perkembangan, lalu membatasi penerimaannya dengan beberapa kriteria.

Melihat tuntutan dan perkembangan zaman, maka pada Tahun 1981 – 1982 Asrama diperluas dengan dua gedung yaitu Aula dan wisma II. Kapela St. Ignatius dibangun Tahun 2002. Pembinaan dan didikan serta berbagai terobosan dari tahun ke tahun berjalan baik, maka tidak heran bila mahasiswa yang menghuni asrama tauboria sering disegani di kampus oleh teman-teman kuliah yang tinggalnya di luar. Bukan karena mereka (penghuni) jago adu fisik tetapi karena memiliki mental, spiritual dan intelektual yang baik. Penghuni asrama tauboria telah dididik  dengan nilai-nilai kristiani, maka terkadang bila ada penyelewengan atau penyimpangan terhadap pembangunan di Papua, maka tidak segan-segan untuk mereka mengkritisinya.

Asrama Tauboria dalam perjalanannya telah menciptakan kader-kader Gereja dan Bangsa yang memiliki kualitas. Artinya mereka sudah memberikan terobosan-terobosan demi perkembangan Gereja dan Bangsa ke arah yang baik, sehingga wajar bila asrama tauboria dikenal di mana- mana di pelosok Papua. Bahkan, Bapak Fredy Numberi ketika menjabat sebagai Gubernur Irian Jaya (sekarang Papua) melihat kualitas manusia dari didikan asrama tauboria memiliki bobot, maka ia (Guberbur) mengeluarkan konsep pendidikan berpola asrama pada masanya dan Asrama Tauboria dijadikan sebagai contoh.

Tujuan mulia dibangunnya Asrama Tauboria adalah untuk memanusikan manusia Papua terlebih khusus dan semua  etnis manusia tanpa membedakan suku dan ras yang mendiami tanah Papua pada umumnya, agar tercipta corak kebersamaan yang disebut komunitas dimana ada saling mengenal, saling menerima dan saling mengakui sebagai manusia berharga dalam iman yang sama, sehingga tercapai suatu kehidupan yang harmonis dan juga keberadaan asrama tauboria untuk menciptakan manusia yang punya intelektual, spiritual dan moral yang baik sesuai ajaran dan nilai-nilai kristiani untuk mewujudkan kehidupan yang berimbang di muka bumi.

Sayangnya, memasuki akhir Tahun 2007, tujuan mulia itu hilang beriring asrama ditutup oleh pihak Keuskupan dengan alasan yang tidak tepat. Namun pihak alumni asrama Tauboria sendiri kembali membukanya pada Tahun 2009, dan dikelolah hingga sekarang. Boleh dibilang ini  tauboria jilid II.  Alasan yang mendasari alumni untuk membuka kembali asrama tauboria ada dua, pertama, asrama tauboria harus ada, karena alumninya sudah berperan dalam perkembangan gereja dan bangsa.  Kedua, karena ada rumor bahwa pihak keuskupan mau menjadikan asrama tauboria untuk kos-kosan. Yang dikelola oleh alumni saat ini hanya wisma I, sementara   wisma II, Aula dan Kapela kini di tempati dan digunakan oleh para frater dari keuskupan jayapura.

Pihak alumni saat ini hanya mengelolah asrama wisma I kurang lebih sudah 5 tahun, namun selama itu tidak pernah ada perhatian dari alumni sendiri dan pihak gereja, walaupun uang asrama dibayar setiap bulan per anak sebesar lima ratus tetapi kehidupan dalam asrama  tidak ada perubahan dan tidak normal soal makan minumnya, kehidupan mirip seperti kos-kosan, maka nama katolik mesti dihapus dari asrama tauboria.

Alasan Penutupaan Asrama Dipertanyakan

Dari gambaran singkat tentang Asrama Tauboria di atas, mengantarkan kita kepada sebuah pertanyaan sederhana, ‘kalau sudah memberikan kontribusi bagi gereja dan bangsa, mengapa asrama mahasiswa katolik tauboria ditutup?’. Penutupan asrama telah menghilangkan jejak perjuangan, sejarah serta harapan masyarakat dan gereja.

Alasan yang berkembang di kalangan masyarakat (umat), bahwa asrama tauboria ditutup karena mahasiswa sekarang mereka (mahasiswa) yang ingin tinggal di asrama misi  tidak taat terhadap aturan bahkan lebih suka tinggal di kos-kosan dan juga sudah memiliki asrama keterwakilan daerah, sehingga sudah tidak ada niat lagi untuk tinggal di asrama misi.

 Melihat status Asrama Tauboria yang mana milik Gereja, maka para pengambil kebijakan dalam hal ini pihak keusukupan  tentu lebih memahami setiap persoalan dan tahu mengatasi persoalan guna memanusiakan manusia atau lebih rohani sesuai dengan bidang para gembala, singkatnya “jadikanlah semua bangsa muridku”, itulah yang menjadi tugas utama Gereja. Alasan penutupan asrama tersebut tidak tepat, sebab pengambil kebijakan atau orang yang berwenang dalam gereja katolik seperti halanya seorang Uskup sudah tentu mengetahui jalan keluar atas setiap masalah guna mewujudkan misi gereja itu sendiri. Isu yang berkembang di masyarakat itu tidak benar dan tidak mendasar. Kalau memang itu alasannya, maka tujuan keberadaan Gereja Katolik dengan visi misinya di tanah Papua dipertanyakan. Perlu dipahami bahwa di sini saya bukannya mau menyalahkan kehadiran gereja  (agama Katolik) di Papua, tetapi kepada orang-orang yang mengaturnya.

Alasan tersebut  bisa diatasi bila para gembala benar-benar melayani dengan hati, dan sulit diatasi bila tidak punya hati dalam melayani demi memanusiakn manusia itu. Mungkinkah gereja sudah tidak mau ada tantangan dalam membina kaum muda? Bisa dipastikan bahwa ternyata para gembala sekarang tidak melayani dengan hati, hanya memanfaatkan status serta segala kewenangan dengan aksesoris suci untuk bertindak seenaknya, entah tindakannya itu berlawanan dengan moral dan bertentangan misi gereja tetapi tetap aman di mata umum karena tersembunyi di balik juba.

Dugaan atas Penutupan Asrama Tauboria


Bisa diduga, bahwa Asrama Tauboria ditutup karena pembinaan yang berlangsung di asrama ini dapat menciptakan manusia yang berkualitas, sehingga mampu melihat dengan kritis terhadap realitas, maka jalan pintas yang diambil oleh pihak Keuskupan untuk membunuh daya kritis kaum muda katolik terhadap persoalan di Papua, entah itu di tubuh Gereja maupun Pemerintahaan dengan menutup Asrama Tauboria. Mengapa demikian? Kita coba melihat kondisi dan situasi di Papua sekarang, Dana otsus mengalir tebal di atas tanah yang penuh dengan susu dan madu, bahkan situasi sosial politik tidak stabil, maka siapa yang tidak gila untuk mengambil kesempatan tersebut untuk kepentingan pribadi dan kelompok?.

Bukan hanya Asrama Tauboria, hal sama yang dilakukan oleh pengambil kebijakan (Uskup Jayapura, Mgr Leo Laba Ladjar OFM), seperti menutup dan mengalifungsikan Asrama Teruna Bakti, menutup Asrama Tunas Harapan, dijualnya Toko Buku Labor, tidak adanya pembimbing khusus di PMKRI & Pemuda Katolik, bahkan tanggal 6 Januari 2014 terjadi aksi pemogokan kuliah di kampus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur. Semua ini bisa diduga juga bahwa alasannya dari tujuan yang sama yaitu membunuh karakter orang muda.

Dengan melihat semua tindakan di atas,  tidak heran bila terjadi, sebab tindakan demikian hanya  mau meninabobohkan pemikiran kritis, agar pihak yang bertanggungjawab (para pengambil kebijakan dalam gereja) dapat bergerak leluasa untuk melakukan tindakkan seenaknya tanpa ada halangan dari  kaum muda. Semua harapan membina Kaum Muda Katolik di Papua, lebih khususnya di lingkup kota Jayapura tinggal cerita mati karena telah terkubur dalam niat busuk, yang mana tujuan akhirnya mau membunuh nilai-nilai kristiani, moral dan daya kritis generasi penerus di tanah Papua. Inilah wajah Keuskupan Jayapura saat ini.
Share on Google Plus

About Admin

0 komentar: